AlanBIKERS.com – Kecelakaan lalu lintas jalan berdampak luas. Selain menimbulkan kerusakan barang, serta korban luka dan meninggal dunia, juga dapat berujung pada persoalan ekonomi, sosial, bahkan hukum.
Korban atau keluarga korban bakal merogoh kocek cukup dalam. Bukan mustahil, keluarga korban kecelakaan yang meninggal dunia dapat goyah perekonomiannya. Terlebih bila sang korban adalah tiang ekonomi keluarga. Berbagai rencana bisa berubah dalam sekejap, termasuk urusan pendidikan anak.
Terkait hal itu, tahukah bahwa korban kecelakaan lalu lintas jalan berhak menerima santunan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan?
Lantas, apa saja manfaat dan bagaimana mekanisme mengurus santunan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) tersebut?
Mari kita simak.
Jaminan Kecelakaan Kerja
Sejak 2011, kita mengenal BPJS Ketenagakerjaan yang sebelumnya bernama Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Ketentuan mengenai hal ini tertuang dalam Undang Undang (UU) No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Para pekerja formal dapat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan empat manfaat, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Pensiun. Sementara itu, untuk pekerja informal, berhak dan wajib mengikuti JKK dan JKM, sedangkan untuk JHT bersifat opsional.
Dalam tulisan ini saya fokus melihat JKK, khususnya dari sisi kecelakaan lalu lintas jalan, yakni saat pekerja pergi maupun pulang dari tempat kerja. Maklum, defenisi kecelakaan kerja berdasarkan aturan yang berlaku saat ini adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya serta perjalanan dinas. Selain itu, penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI No 26 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematin, dan Jaminan Hari Tua bagi Peserta Penerima Upah.
Selain itu, dapat juga dilihat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. PP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Bagi korban yang meninggal dunia manfaat JKK diberikan kepada ahli waris berupa;
1. Santunan kematian sebesar = 60% x 80 x upah sebulan, paling sedikit sebesar Jaminan Kematian.
2. Biaya pemakaman Rp 3 juta
3. Santunan berkala dibayar sekaligus= 24 x Rp 200 ribu = Rp 4,8 juta
4. Jika pekerja tersebut memiliki anak, maka diberikan bantuan beasiswa kepada anaknya yang masih sekolah sebesar Rp 12 juta untuk setiap pekerja.
Sementara itu, ahli waris yang dimaksud adalah; a. janda, duda, atau anak;
b. Namun, dalam hal janda, duda, atau anak tidak ada, maka manfaat JKK diberikan sesuai urutan sebagai berikut:
1. keturunan sedarah pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua;
2. saudara kandung;
3. mertua;
4. pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh pekerja; dan
5. bila tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pihak lain yang mengurus pemakaman, sedangkan santunan kematian diserahkan ke Dana Jaminan Sosial.
Soal ahli waris di BPJS Ketenagakerjaan sedikit berbeda dengan santunan bagi korban kecelakaan yang diberikan oleh Jasa Raharja. Santunan dari badan usaha milik negara (BUMN) itu hanya kepada suami, isteri, anak, dan orang tua dengan besar santunan korban meninggal sebesar Rp 50 juta.
Cara Mengurus
Secara umum cara mengurus klaim JKK mencakup, Pertama, apabila peserta mengalami kecelakaan pada saaat bekerja, perusahaan/perusahaan wajib mengisi form BPJS Ketenagakerjaan 3 (laporan kecelakaan tahap 1). Lalu, dikirimkan ke kantor BPJS Ketenagakerajaan paling lambat 2×24 jam sejak kecelakaan itu terjadi.
Kedua, setelah pekerja/tenaga kerja dinyatakan telah sembuh atau meninggal dunia oleh dokter yang merawat. Perusahaan atau pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap 2) dan dikirimkan ke BPJS Ketenagakerjaaan paling lambat 2×24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh atau meninggal. BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang terjadi menjadi hak tenaga kerja/ahli waris sesuai ketentuan.
Ketiga, form BPJS Ketenagakerjaan 3a yang telah diisi tadi memiliki fungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai bukti sebagai berikut : Fotocopy kartu peserta (KPJ), surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk 3a atau 3c, kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kuitansi pengangkutan.
Nah, jika kecelakaan kerja itu saat hendak ke tempat kerja atau sebaliknya, yakni kecelakaan lalu lintas jalan, perlu dilengkapi surat dari kepolisian atau keterangan dari dua orang saksi jika terjadi kecelakaan lalu lintas. Kemudian, korban atau keluarga harus melapor langsung ke BPJS Ketenagakerjaan dengan mengisi formulir kecelakaan kerja (KK) untuk satu laporan awal.
“Setelah selesai semua perawatan dan pengobatan, dilanjutkan pelaporan KK 2 sampai dengan KK 4,” ungkap Utoh.
Nyaris tak ada pengguna jalan yang ingin kecelakaan. Langkah mengurus hak korban atau ahli waris terkait santunan Jasa Raharja maupun JKK dari BPJS Ketenagakerjaan menjadi upaya mereduksi dampak dari kecelakaan yang bisa meluas. Khususnya, terkait dengan dampak finansial yang kemungkinan melanda keluarga korban kecelakaan, terlebih bila korban yang meninggal adalah tiang ekonomi keluarga. (edo rusyanto)
Sumber:
Cara mengajukan klaim JKK BPJS Ketenagakerjaan (Panduanbpjs.com)
Saat Kecelakaan, Tagih Jasa Raharja dan BPJS! (cnnindonesia.com)
Hukumonline.com
baca juga : Edo Rusyanto’s Traffic