Sinar matahari menghangatkan tubuh. Areal parkir mobil di kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Jawa Timur, tampak belum terlalu ramai. Saya melangkah dengan mantap memasuki gedung utama di halaman muka.
Gedung utama yang saya maksud adalah Menara Kembar (Twin Tower) yang terletak di bagian depan areal kampus. Pintu masuk dari Jl Akhmad Yani, Surabaya juga termasuk untuk pesepeda motor dan pejalan kaki. Di bagian kiri berdiri sebuah masjid besar dengan didominasi warna hijau.
“Di masjid itu pula saya sempat bermalam ketika pertamakali datang ke Kota Surabaya,” ujar Hanafi, saat berbincang dengan saya, di Surabaya, Selasa, 13 Maret 2018 sore.
Dia menjemput dan sekaligus mengantar saya ke Bandara Djuanda, Sidoarjo, Jawa Timur. Pria muda dosen UINSA itu mengaku kampus tempatnya mengajar kian diminati mahasiswa asal Surabaya. “Termasuk fakultas tempat saya mengajar, yakni ekonomi bisnis, banyak diminati mahasiswa asal Surabaya,” tuturnya.
Kehadiran saya atas undangan panitia pelaksana Pesta Netizen dalam rangka Vblog Competition yang bertajuk Mahasiswa Indonesia Responsif Berkendara. Saat itu, saya didapuk untuk berbicara dengan sub tema Kesantunan Berkendara sekaligus berbagi pengalaman dalam gerakan publik seputar kesadaran berlalu lintas jalan yang aman dan selamat. “Mas Edo selaku koordinator Jarak Aman, nanti berbagi pengalaman kepada mahasiswa dan pihak kampus yah,” tutur Agus, dari manajemen Astra Honda Motor beberapa waktu sebelum diskusi digulirkan.
Entah karena melihat beberapa aktifitas kami yang juga menyuarakan keselamatan pejalan kaki, pihak panitia UINSA justeru mencantumkan saya selaku Koalisi Pejalan Kaki. Ini adalah Koalisi yang bergerak mewujudkan keselamatan bagi pedestrian, sekaligus tentu saja memperjuangkan fasilitas bagi pedestrian di jalan. “Nggak apa-apa oom, semua orang bisa mewakili Koalisi Pejalan Kaki. Tetap sebarkan virus keselamatan,” sergah Alfred Sitorus, koordinator Koalisi Pejalan Kaki kepada saya.
Acara yang merupakan hasil kerja sama dengan Yayasan Astra Honda Motor (YAHM) itu juga menghadirkan sejumlah pembicara lain. Mereka meliputi AKBP M Aldian, wakil dirlantas Polda Jawa Timur dan Muhibbudin, wakil ketua YAHM. Selain itu, dari pihak UINSA, tampil Wakil II Rektor UINSA, Zumarotul Mukaffah.
“Bagi kami, apa yang dilakukan UINSA ini patut diapresiasi. Dari sekian banyak kampus yang ada, UINSA hadir peduli menyebarluaskan kesadaran berlalu lintas jalan yang aman dan selamat,” ujar Aldian.
Menurut dia, kegiatan seperti ini mutlak digulirkan untuk memangkas fatalitas kecelakaan lalu lintas yang masih cukup tinggi di Jatim. Pada 2017, provinsi itu mencatat korban meninggal dunia akibat kecelakaan berkisar 15-16 jiwa per hari. Angka itu merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan seluruh provinsi di Indonesia. Ironisnya, mayoritas kecelakaan dipicu faktor manusia, khususnya pelanggaran atas peraturan. “Karena itu, perlu ditumbuhkan budaya malu melanggar. Walau, kami juga akan menindak para pelanggar yang ada,” tegas Aldian.
Gayung bersambut. Rektor UINSA And A’la mengaku, budaya malu harus terus ditumbuhkan di masyarakat kita. Dia menceritakan pengalamannya ketika di Jepang melihat pedestrian tetap menunggu lampu berwarna hijau sekalipun di tengah malam. “Padahal lalu lintas jalan sepi. Saya jadi malu untuk melanggar aturan,” paparnya.
Virus Hasanah
Saya mengajak Rektor UINSA dan seluruh jajarannya membangun sistem untuk menciptakan budaya lalu lintas jalan yang aman dan selamat. Kampus sebagai gudang intelektual layak menjadi panutan manakala berlalu lintas jalan. Khusus UINSA yang merupakan perguruan tinggi Islam, dapat mengimplementasikan nilai-nilai keislaman saat di jalan raya.
Nilai-nilai keislaman yang saya tahu di antaranya adalah perilaku disiplin, sabar, dan toleran. Bagaimana tidak. Islam mengajarkan pengikutnya untuk disiplin dengan mengerjakan sholat lima waktu. Lalu, bersabar. Sebut saja misalnya dengan menjalankan ibadah puasa ramadhan yang menuntut kesabaran untuk berpuasa dari matahari terbit hingga matahari terbenam. Bahkan, toleran dengan sesama. Pembelajaran itu sangat kental dalam konsep berzakat. Ajaran ini sangat sarat dengan untuk toleran dan peduli dengan sesama. “Virus nilai-nilai kebaikan (hasanah) itu harus kita sebarkan, salah satunya lewat kegiatan hari ini. Mari kita sebarkan virus hasanah dimulai dari kampus UINSA,” ujar Yunan, salah satu dosen UINSA yang memandu diskusi pagi itu.
Gayung bersambut. Rektor pun mendukung. Bahkan, kata Helmi, ketua panitia Vlog Competion sekaligus dosen UINSA, pihaknya berniat memasukan nilai-nilai keselamatan berlalu lintas jalan di dalam penerimaan mahasiswa baru. Selain, tentu saja mendorong lahirnya aturan yang membangun budaya berkeselamatan lalu lintas jalan. “Saya juga mengusulkan agar ada sertifikat keselamatan jalan bagi para mahasiswa,” tutur dia.
Andil pemuda dan mahasiswa cukup dalam sejarah Indonesia. Sebut saja misalnya sejak kebangkitan nasional pada 1908 dan lahirnya Sumpah Pemuda pada 1928. Bahkan, dalam perjalanan bangsa lainnya seperti tahun 1966 dan tahun 1998 yang melahirkan reformasi. Karena itu, bila mahasiswa memelopori gerakan budaya keselamatan lalu lintas jalan diharapkan memiliki implikasi yang lebih massif. “Itu juga yang menjadi alasan kami menjalin kerja sama dengan kampus UINSA. Ingin mendorong terciptanya kesadaran berlalu lintas jalan yang aman dan selamat,” tutur Muhibbudin.
Jangan lupa, kelompok pelajar dan mahasiswa menyumban sekitar 27% korban kecelakaan dalam rentang 2013-2017. Dalam kurun lima tahun tersebut, rata-rata 80 orang pelajar dan mahasiswa menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan setiap harinya. Mari bangkit mahasiswa! (edo rusyanto)
Baca juga : edorusyanto.wordpress.com