AlanBIKERS.com – Kini, lahir larangan merokok saat mengemudikan sepeda motor. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 12 tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
“Pengemudi dilarang merokok dan melakukan aktifitas lain yang mengganggu konsentrasi ketika sedang mengendarai sepeda motor,” tulis aturan yang diterbitkan dan berlaku sejak 11 Maret 2019 tersebut.
Betul, larangan itu muncul dalam pasal 6 yang mengatur pemenuhan aspek kenyamanan dalam pengguaan sepeda motor untuk kepentingan masyarakat. Larangan merokok salah satu dari tiga ketentuan pemenuhan aspek kenyamanan selain pengemudi menggunakan pakaian sopan, bersih, dan rapi. Serta pengemudi berperilaku ramah dan sopan.
Oh ya, PM No 12/2019 ini hadir untuk memberikan pelindungan keselamatan bagi penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi berbasis teknologi informasi dan tanpa aplikasi berbasis teknologi informasi.
Selain aspek kenyamanan, PM tersebut juga mengatur aspek keselamatan, keamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.
Nanti dalam tulisan selanjutnya, akan saya bahas bagaimana aspek keselamatan yang dimaksud PM itu.
Kembali soal aturan merokok. Sepanjang ingatan saya, baru dalam PM No 12 tahun 2019 ini yang dengan tegas melarang pengendara sepeda motor untuk merokok saat mengemudikan sepeda motor. Bahkan, dalam Undang Undang No 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) larangan itu tidak mencuat secara lugas.
UU tersebut dalam pasal 106 ayat 1 menegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Penjelasan mengenai penuh konsentrasi di pasal itu merinci bahwa yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.
Boleh jadi para perumus PM No 12/2019 melihat bahwa aktifitas merokok saat mengendarai sepeda motor akan mengganggu kenyamanan, walau bukan tidak mungkin juga merusak konsentrasi saat mengemudi. Saat konsentrasi terganggu dapat membuka celah terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan.
Oh ya, soal larangan merokok dan kendaraan bermotor, seingat saya, di era Gubernur Sutiyoso, DKI Jakarta menelorkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Perda PPU) dengan sanksi yang cukup berat bagi para pelanggarnya. Perda No 2 tahun 2005 itu menegaskan bahwa pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta.
Di Jakarta aturan hal itu terus dilengkapi. Pada 2005 juga keluar Perda No 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Perda ini menegaskan, sasaran kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Lima tahun kemudian, pada era Gubernur Fauzi Bowo, DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 88/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Tidak cukup dengan itu, keluar lagi Pergub No 50/2012 tengan Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok.
Tak hanya Jakarta, pemerintah daerah (pemda) di sekitarnya juga aktif menggelontorkan aturan serupa. Sebut saja misalnya Pemda Bogor. Pemda Kota Bogor mengatur soal larangan merokok di angkutan umum lewat Perda Kota Bogor No 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Para pelanggar aturan ini bakal diganjar penjara maksimal tiga hari atau denda maksimal Rp 1 juta.
Lalu, Pemerintah Kota Depok. Kota satelit Jakarta ini menelorkan Perda Kota Depok No 16 tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum. Sanksi bagi mereka yang merokok di angkutan umum lebih berat lagi, yakni diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50 juta. (edo rusyanto)
Baca juga : Edo Rusyanto’s Traffic